UPAYA PERBAIKAN EKONOMI SELAMA
NEW NORMAL
(Karya Anggun Tamara)
Sore ini langit tampak mendung, ditemani
dengan rintikan air dari langit yang semakin lama kian tak bersahabat seperti
menyuruh beberapa pengendara untuk menepi sembari berteduh. Begitu juga Dasya,
gadis cantik berusia tujuh belas tahun itu tengah sibuk mengusap kedua telapak
tangannya. Dengan pakaian yang terlihat sedikit basah dan tubuh yang sedikit
bergetar. Untung saja ia teringat bahwa sang Ibu sempat memasukkan sebuah jaket
dalam ransel miliknya. Memilih membuka ransel daripada terus-menerus menahan
dingin, Dasya mengeluarkan jaket tersebut kemudian memakainya.
Di sebelahnya tampak seorang pedagang
cilok paruh baya tengah diam menatap derasnya air yang tak kunjung berhenti
menggenangi jalan, sang pedagang menarik nafas pelan kemudian memilih duduk
dikursi yang terletak tepat di depan ruko
yang tengah tutup.
Dasya melihat sekeliling, hanya ia dan
sang pedagang yang kini berteduh disini. Sedikit menyesal karna tidak mendengar
ucapan sang ibu untuk tetap siaga membawa jas hujan di musim seperti ini. Andai
saja ia dengarkan bisa saja kini ia sudah sampai ke rumah atau
bahkan tengah asik menyeruput coklat
panas buatan sang ibu sambil asik menonton berita dengan sang ayah.
Aroma khas kuah kacang dari cilok si
pedagang, sukses membuat perut Dasya sedikit memberontak minta diisi.
Didekatinya gerobak cilok tersebut berniat untuk membeli. “Mang, mau ciloknya
lima ribu bisa?.” Tanya Dasya seraya
meraba saku kanan celananya. Si Pedagang tampak berdiri dan tersenyum
merekah ke arah Dasya seraya berucap, “Alhamdulillah, boleh Neng
boleh.” Ucapnya riang sambil menerima
uang berwarna kuning yang Dasya berikan.
“Habis dari mana Neng?.” sang Pedagang
sepertinya sedikit ingin berbasa basi memecah keheningan sembari tangannya
sibuk melumuri cilok yang Dasya pesan tadi dengan kuah kacang. Dasya tersenyum lembut “Baru pulang les mang.” Jawabnya. Si Pedagang mengangguk, diberikannya
cilok yang tadi Dasya pesan “Les itu pasti biaya nya gak murah ya Neng?.” Si
pedagang kembali duduk, diambilnya handuk yang ia letakkan di pundaknya. “Saya
kadang suka sedih kalo anak saya yang sekarang udah kelas tiga SMA minta
didaftari les seperti teman-temannya yang lain. Sedangkan saya sekarang buat
cari makan sehari hari aja kadang susah, apalagi
semenjak pandemi ini, kadang saya pulang gak bawa uang sama sekali” Dasya
mendengarkan cerita si pedagang dengan sedikit rasa iba. “Pandemi ini memang merugikan
banyak pihak ya Mang, ayah saya juga sempat dirumahkan tapi alhamdulillah
setelah new normal kembali dipanggil untuk bekerja.”
“New normal atau nggaknya sama sekali gak
ada perbedaan buat pedagang kecil seperti saya, saya harus tetep cari duit, kalo
gak nanti anak sama istri saya di
rumah gak bisa makan.” Si Pedagang tampak menunduk, mungkin cerita
tentang hidupnya berhasil membuat dirinya sendiri menitikkan air mata. Dasya
membuka kembali ranselnya, diraihnya sebuah kotak berisi masker untuk diberikan
beberapa kepada pedagang. “ Pasti ada bedanya Mang, new normal seperti ini kita
harus tetap menjaga kesehatan tubuh kita.” Dasya memberikan masker itu bukan
tanpa alasan, pasalnya sedari tadi ia memang tak melihat si Pedagang mengenakan
atau bahkan membawa masker.
“Dipake Mang maskernya, jangan sampe
virus ini menghambat usaha ciloknya.” Si
Pedagang menolak masker pemberian Dasya
“pake masker buat apa nak? saya mah percaya nyawa itu ada ditangan tuhan
jadi kalo udah waktunya pulang ketuhan ya itu karna udah jalannya. Saya gak
percaya sama penyakit penyakit covid itu.”
Dasya tersenyum, tangannya tak beranjak
masih dengan posisi yang sama waktu dia memberikan masker pada si Pedagang.
“nyawa memang ditangan Tuhan, tapi tuhan minta kita ngejaga apa yang udah Tuhan kasih
termasuk juga kesehatan yang sekarang kita rasain.”
Matahari mulai terbenam, suara adzan dari
masjid sekitar pun sayup-sayup terdengar memberi tanda bahwa telah datang waktu
untuk para hamba menunaikan kewajiban shalat lima waktu. Dasya memilih untuk pamit
kepada Pedagang kemudian menerobos hujan dari pada harus terus terusan menunggu
waktumya reda, toh sepertinya hujan ini akan bertahan lebih lama lagi.
Di
ruang tamu kini Dasya terdiam kopi panas yang Ibunya
buatkan ketika ia pulang tadi telah habis beberapa menit yang lalu, cerita dari
si pedagang tadi setidaknya sedikit membuatnya berfikir New normal sekalipun
tidak memiliki pengaruh bagi beberapa pedagang kecil karna semenjak pandemi ini
menyebar orang-orang memang lebih selektif dalam segi apapun termasuk juga
makanan, akibatnya banyak pedagang yang kini kena dampaknya. “kenapa melamun
sayang?.’’ Pertanyaan sang ibu berhasil membuyarkan lamunan Dasya, ia ceritakan
tentang cerita si pedagang tadi “bu, apa Dasya bisa membantu para pedagang
seperti yang tadi Dasya temui dijalan?”
Ibunya tersenyum, dielusnya lembut rambut sang putri. “bisa pasti bisa,
ingat kata Ir, Soekarno? Beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncang dunia.
Gerakan dari para generasi muda memang sangat dibutuhkan saat kondisi seperti
ini.” Dasya menganggukkan kepalanya mantap
“ sekarang Dasya tau harus ngapain, Dasya pamit kekamar dulu ya bu.”
Dasya membuka handphone miliknya,
dibuatnya sebuah grup obrolan baru dengan nama ‘ KITA BISA’ diajaknya beberapa
teman untuk bergabung setidaknya ada sekitar empat belas orang yang berminat.
Di balik layar
ponsel Dasya tersenyum, ia jelaskan apa saja yang akan mereka lakukan. Dimulai
dengan rencana membuat akun instagram yang nantinya akan dijadikan sebagai
tempat sarana promosi, sampai edukasi tentang pentingnya protokol kesehatan kepada
para pedagang nantinya. Rehan, salah satu anggota dari obrolan tersebut
menyarankan agar mereka juga mengumpulkan dana karna menurutnya tidak mungkin
rencana seperti ini akan berjalan lancar tanpa adanya kendala biaya yang
dibutuhkan. Dasya sedikit berfikir tentang ucapan Rehan yang ada benarnya,
beberapa anggota pun menyetujui saran yang Rehan berikan beberapa nya lagi
mulai menyebutkan berapa dana perorang agar bisa disepakati yang lain, kemudian
akhirnya mereka mulai sepakat untuk iuran tiga puluh ribu perorang. Obrolan
malam ini ditutup dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh masing-masing
anggota, sebelumnya Dasya sudah meminta Acha untuk membuat akun instagram yang
nantinya akan mereka gunakan dan meminta
para anggota lain untuk membantu mempromosikan akun tersebut.
Matanya sudah sedikit berair, wajar saja
sekarang sudah hampir pukul sebelas malam sudah waktunya Dasya untuk tidur. Ditariknya
selimut tebal dengan motif bunga berwarna merah muda, senyum di wajahnya masih
saja mengembang sedari tadi. Tak lupa ia berdoa sebelum tidur untuk
keluarganya, dirinya , serta rencananya beserta teman teman yang lain agar
berjalan lancar dan dapat membantu para pedagang.
“ Dasya, bangun sayang ayo kita sholat
subuh.” Suara lembut sang ibu diiringi dengan ketukan pelan dipintu kamar Dasya
berhasil sedikit membuat Dasya terbangun dari tidurnya. Dengan mata yang masih
mengantuk ia memilih untuk segera bangun kemudian berjalan keluar kamar dan
segera mengambil air wudhu untuk kemudian nanti dapat menjalani sholat subuh
berjamaah bersamah kedua orangtua nya.
Hari sudah mulai terang, rencananya
kegiatan mereka akan mulai dilakukan hari ini. Dibantu oleh sang ibu, Dasya
menyiapkan beberapa cemilan serta minuman untuk ia bagikan kepada
teman-temannya yang lain nantinya.
Satu persatu dari teman-teman Dasya mulai berdatangan
kerumah, tepatnya pukul sepuluh semua anggota sudah lengkap berkumpul.
Pembagian tugas sudah mulai dilakukan, sebelumnya mereka sudah membagi kelompok
menjadi dua agar tidak terlalu memakan waktu nantinya. beberapa kegiatan kini
sedang sibuk mereka kerjakan.
Dasya, dan Rehan serta Naya dan Arak
yang bertugas menjadi pemberi edukasi mulai berlatih sedikit agar nanti ketika
mereka menjelaskan tidak ada kata yang menyinggung yang nantinya akan diterima
para pedagang. Egi dan Lala yang bertugas sebagai dokumentasi mulai sibuk
menyiapkan kamera. Acha dan Renata yang sedang sibuk mempromosikan akun. Serta
Jara, Putri, Cica, Asep, Razel dan Sean tengah sibuk mengelompokan beberapa
kebutuhan seperti masker, dan hand sanitizer yang nantinya akan diberikan
kepada para Pedagang.
Setidaknya tepat pukul satu siang mereka
mulai berangkat, dibawalah semua peralatan yang dibutuhkan. Dijalan dua
kelompok yang tadi sempat dibagi mulai
berpisah memilih pedagang mana yang nantinya akan mereka hampiri. “
Rehan, di depan ada yang jual kue putu keliatannya sepi. Ayo kita coba kesitu.’’ Rehan mengangguk lampu sennya menyala ke
jalan disebelah kanan tempat sebuah seorang Ibu menjual kue putu, diikuti
dengan anggota kelompoknya yang lain mereka menepi disekitar tempat jualan si
Ibu.
“Permisi bu, assalamualaikum.” Rehan mulai membuka suara, tak berani mengulurkan
tangan untuk berjabat guna terus menjalankan protokol kesehan untuk tak saling
bersentuhan ia memilih untuk sedikit membungkuk. “ waalaikumsalam nak, mau beli
putu?” pertanyaan sang ibu membuat mereka saling menoleh. “ ah iya bu, saya mau
beli putu nya sepuluh ribu.” Suara Jara
berhasil membuat yang lain menghembuskan nafas lega. “ Alhamdulillah akhirnya
ada yang mau beli kue buatan ibuk, saya dari pagi disini gak ada yang beli sama
sekali padahal lalu lalang orang ramai dari
tadi tapi gak ada satupun yang mampir.”
Dasya tersenyum kini saatnya ia dan
Rehan mulai menjelaskan maksud mereka untuk mampir kesini “ bu, saya dan teman-teman di sini dari
kelompok kita bisa yang punya tujuan mempromosikan dagangan para pedagang mau
izin buat ngejalaskan maksud kami di
sini buat apa boleh bu?” Si Ibu penjual putu yang tengah
sibuk membuat kue putu pesanan Jara tadi memilih menghentikan sebentar
kegiatannya karna tertarik dengan apa yang Dasya sampaikan tadi “jadi adek-adek
disini mau promosikan dagangan saya? Ya allah gusti adek-adek disini baik
banget. Saya ya mau neng dagangan saya dipromoskan biar nantinya jadi terkenal
gitu.” Dasya tersenyum lembut kemudian menoleh kepada Cica, memberi kode agar
Cica memberikan masker dan hand sanitizer yang sudah mereka siapakan tadi,
Rehan yang pertama kali mulai menjelaskan “jadi pertama tujuan kita memberi
masker dan hand sanitizer ini untuk tetap menjalankan adanya protokol kesehatan
yang sudah diberikan pemerintah yang saya sendiri sadari ternyata sangat
berguna untuk menjaga tubuh kita dari virus ataupun bakteri. Sedangkan untuk
berdagang sendiri ternyata mampu mempengaruhi jumlah pembeli, ibu tau kenapa?
Misal nih ada calon pembeli lewat, dia super selektif soal makanan
pokoknya harus bersih dan sehat terus ngeliat ibu disini jual putu tanpa
menggunakan masker. Setidaknya dia pasti berpikir begini, maaf bu sebelumnya
kalo kata saya akan sedikit menyinggung”
Rehan menatap sang penjual yang kini fokus menjelaskan apa yang Rehan sampaikan
“ dia bakal mikir gini, duh masker buat kesehatan sendiri aja nggak dipakai
gimana kue putunya. Terus bakal milih buat cari pedagang lain”
Si pedagang menganggukkan kepalanya,
“jadi mulai sekarang saya harus menggunakan masker ketika berjualan ya nak?”
tanya nya yang disambut anggukan oleh
Dasya dan teman-teman. “iya buk, rasa pada makanan itu memang memiliki
daya tarik tersendiri, tapi kesehatan dan kebersihan tetap menjadi daya tarik
utama.”
Si ibu mengangguk, ia sudah selesai
membuat putu yang tadi Jara pesan. Dasya dan teman-teman diberikan tempat duduk
yang sudah disediakan. Lalak, yang bertugas sebagai dokumentasi meminta izin
untuk mengambil gambar mulai dari memfoto kue putu yang sudah disajikan
semenarik mungkin oleh si Ibu sampai merekam keadaan disekitar tempat
penjualan. Setelah selesai, mereka akhirnya memilih pamit untuk
menghampiri pedagang lain.
Hari sudah menunjukan pukul empat,
setelah selesai shalat ashar berjamaah Dasya meminta yang lain untuk kembali
berkumpul di rumahnya. Di
rumah Dasya mereka mulai mengumpulkan bukti dokumentasi dari
beberapa pedagang yang tadi mereka kunjungi untuk kemudian mereka jadikan
bentuk promosi di media sosial. Acha dan Renata masing-masing sibuk memposting
di akun instagram khusus untuk mempromosikan dagangan para penjual.
Hari ini tepat dua minggu mereka menjalankan
kegiatan mereka terhitung sejak dimulainya pembagian kelompok dalam kegiatan
tersebut. Tak ada yang mengira sebelumnya, kegiatan mereka ternyata ramai
mendapatkan komentar positif dari beberapa pengguna sosial media. Pasalnya,
beberapa pedagang yang sebelumnya mengalami penurunan omset penjualan kembali
merasakan senangnya melayani para pembeli yang kian bertambah berkat promosi
yang mereka lakukan. Tidak sedikit pula orang-orang yang ingin bergabung
bersama mereka dalam memperbaiki perekonomian para pedagang kecil dikala
pandemi seperti ini. Dasya tersenyum melihat hasil dari kerja keras mereka
selama beberapa hari ini, mereka memang tidak bisa membuat para pedagang kecil
langsung mendadak sukses tapi mereka telah bisa membantu para pedagang kecil
menuju kesuksesannya masing-masing.
Belum ada tanggapan untuk "KARYA SISWA "
Posting Komentar